Peranan penilaian :
BAB I
PENDAHULUAN
Penilaian
didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang kinerja
siswa, untuk digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan (Weeden,
Winter, dan Broadfoot: 2002; Bott: 1996; Nitko: 1996; Mardapi: 2004).
Penilaian
merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh
melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem
penilaiannya.
Menurut Mardapi, (2004), penilaian
dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang saling mendukung, upaya
peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui upaya
perbaikan sistem penilaian.
Sistem
pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik.
Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya.
Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk
menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik
untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang
diterapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
Penilaian
memilki peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas
pembelajaran, oleh karena itu perlu dirancang dan didesain sedemikian
rupa sehingga penilain tersebut memberikan makna bagi setiap orang yang
terlibat didalamnya. Setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan
sehingga penilaian menjadi bermakna yaitu ketika penilaian:
1. Memilki ciri secara signifikan
2. Memilki kriteria, prosedur, dan rubrik yang jelas dan dipahami oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder)
3. Memberikan hasil-hasil yang menyediakan arah/ petunjuk yang jelas untuk peningkatan kualitas pengajaran dan belajar.
A. Perlunya Standar Penilaian
Dapatkah
penilaian meningkatkan standar? Jawaban singkat dari pertanyaan ini
adalah ya, dapat. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara signifikan
menggunakan penilaian untuk belajar (assessment for learning)
lebih efektif bagi guru dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.
Penilaian juga harus berperan sebagai suatu sarana untuk meningkatkan
kualitas belajar setiap siswa. Adapun suatu kejelasan dan hubungan tak
terpisahkan antara penilaian, kurikulum, dan pembelajaran.
Darling
Hammond (1994) berpendapat bahwa usaha untuk menaikan standar pelajaran
dan prestasi harus bertolak pada perubahan strategi penilaian. Kemudian
pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Wedeen, Winter, dan Broad
Fott (2002) bahwa penggunaan penilaian dalam pembelajaran secara
signifikan lebih efektif bagi guru dalam memperbaikai kualitas
pembelajaran.
Agar
penilaian berfungsi dengan baik, maka sangat perlu untuk meletakan
standar, yang akan menjadi dasar dan pijakan bagi guru dan praktisi
pendidikan dalam melakukan kegiatan penilaian. Oleh karena itu, ada
beberapa pihak yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kegiatan ini,
yaitu:
1. Peran guru
Sebagian
besar tanggung jawab dalam menerapkan standar penilaian terletak pada
tangan guru yang menjadi pelaksana digaris depan. Oleh karena itu, guru
perlu memahami dengan baik standar yang ada, memahami pentingnya
penilaian yang berkelanjutan, dan perlu mengetahui posisi strategis
mereka, sehingga guru mampu meningkatkan praktik penilaian dalam kelas,
merencanakan kurikulum, mengembangkan potensi diri siswa, laporan
kemajuan dan perkembangan siswa, dan memahami cara pengajaran mereka
sendiri.
Peranan
guru dalam penilaian lebih efektif jika mampu memanfaatkan informasi
hasil penilaian melalui umpan balik. Umpan balik merupakan sarana bagi
guru dan siswa untuk mengetahui sejauh mana kemajuan pembelajaran yang
telah dilakukan. Seperti yang dikemukakan dalam QCA (2003) yang
mengatakan bahwa feedback is the
means by which teacher enable children to close the gap in order to take
learning forward and improve children’s performance, berdasarkan definisi tersebut, tampak bahwa umpan balik merupakan suatu alat yang dapat digunakan oleh guru, yang memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik dan meningkatkan kinerjanya.
Croks
(2001) menyimpulkan dari hasil reviuw literatur tentang umpan balik dan
hubungannya dengan motivasi siswa menyimpulkan bahwa manfaat umpan
balik agar dapat memotivasi siswa, maka harus fokus pada:
a. Kualitas kerja anak-anak, dan bukan pada membandingkan dengan anak-anak lain.
b. Cara-cara spesifik dimana pekerjaan anak dapat ditingkatkan
c. Peningkatan pekerjaan anak harus dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya.
Dalam merencanakan dan memberikan umpan balik terhadap pekerjaan siswa, Clarke (2003) menyarankan 6 prinsip yaitu:
a. Umpan balik harus fokus pada tugas-tugas tujuan pembelajaran dan bukan membandingkan dengan anak yang lain.
b. Bahasa yang verbal dan non verbal dari guru, memberikan pesan yang baik pada anak tentang kemampuan mereka.
c. Penilaian setiap bagian pekerjaan mengarah pada penurunan moril bagi yang mencapai prestasi rendah dan kepuasan bagi prestasi yang tinggi.
d. Penghargaan eksternal sama seperti grades.
e. Perlu memberikan umpan balik spesifik yang fokus pada kesuksesan dan peningkatan dari pada mengoreksi.
f. Anak-anak perlu kesempatan untuk membuat peningkatan atas pekerjaan mereka.
Prinsip
yang dikemukakan oleh Clarke tersebut, memberikan penekanan bahwa dalam
memberikan umpan balik, seorang guru harus fokus pada kualitas
pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Di
samping itu, guru perlu menghindari membandingkan siswa satu dengan yang
lainnya, karena hal tersebut dapat menurunkan dorongan, motivasi, dan
minat bagi siswa yang memperoleh nilai rendah.
Hargreaves,
McCallum dan Gipps (Clarke, 2003) dalam penelitian tentang strategi
yang digunakan oleh guru dalam memberikan umpan balik, menemukan dua
strategi yaitu strategi approval dan disapproval. Strategi non-verbal untuk menyatakan approval meliputi
guru mengangguk, kontak mata, tersenyum, tertawa, meletakan suatu
lengan tangan di sekitar atau menepuk anak dan menerima suatu cara
lembut untuk dapat dicapai. Sedangkan strategi non-verbal untuk
menyatakan disapproval meliputi memalingkan muka, menatap dengan tajam, clicking, fingers or making disapproval noises.
Catatan
akhir yang menekankan kompleksitas pemberian umpan balik didapatkan
dari penelitian yang dikutip sebelumnya dalam buku ini, yang mendapati
bahwa pemberian pujian saja tidak akan meningkatkan prestasi. Umpan
balik yang efektif adalah yang ditujukan untuk meningkatkan prestasi,
yang nantinya akan membantu rasa percaya diri. Upaya meningkatkan
kepercayaan diri dan harapan bahwaini akan meningkatkan prestasi, tidak
akan begitu berhasil.
Boud (1995), memberikan panduan bagi guru dalam memberikan umpan balik pada siswa yaitu :
1. Realistik
2. Spesifik
3. Sensitif terhadap tujuan yang bersangkutan
4. Tepat waktu
5. Jelas
6. Tidak menghakimi
7. Tidak membanding membandingkan
8. Tekun
9. Terus terang
10. Positif
11. Hati–hati
Untuk dapat memaksimalkan peranannya guru dituntut memiliki profesional yang
tinggi. Ada lima hal yang harus dimiliki oleh guru agar dapat dikatakan profesional yaitu:
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya
2. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya pada siswa
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
4. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
5. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesi
Sebagai
kesimpulan dari uraian yang diatas, setidaknya ada lima hal peranan
dalam penilaian, yaitu guru sebagi mentor, petunjuk jalan, akuntan,
reporter, dan direktur program. Kelima hal tersebut dikaitkan dengan
tujuan penilaian dapat dielaborasi dalam seperti yang di rangkum pada
Tabel 3.1
Tabel. 3.1.
Peranan Guru dan Tujuannya dalam penilaian
Peranan
|
Tujuan
|
Guru sebagai monitoring
|
Memberikan umpan balik dan bantuan kepada setiap siswa
|
Guru sebagai petunjuk jalan
|
Mengumpulkan informasi untuk diagnostik kelompok siswa melalui pekerjaan yang telah dikerjakan.
|
Guru sebagai akuntan
|
Memperbaiki dan memelihara catatan prestasi dan kemajuan siswa
|
Guru sebagai reporter
|
Melaporkan pada orang tua, siswa, dan pengurus sekolah tentang prestasi dan kemajuan siswa
|
Guru sebagai direktur program
|
Membuat keputusan dan revisi praktik pengajaran
|
2. Peranan Siswa
Keikutsertaan
siswa di dalam proses penilaian menjadi penting apabila standar yang
digunakan biasa diwujudkan untuk semua siswa. Brown (1994) menekankan
unsur strategis agar senantiasa sadar akan
kekuatan dan kelemahan dengan mengatakan bahwa “para siswa berhasil
menjalankan yang terbaik apabila mereka memiliki pemahaman yang mendalam
akan kelebihan dan kelemahan mereka sendiri dan akses dalam menyusun
strategi untuk belajar”.
Mengambil
bagian dalam penilaian berarti memberikan peluang kepada para siswa
untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari dengan membuat rangkaian
yang jelas dalam isi dan pikiran. Sehingga diharapkan mereka menemukan
sendiri kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, yang dapat dijadikan
sebagai dasar dalam menetapkan tahapan belajar selanjutnya yang lebih
baik.
Dalam
suatu percobaan di dua kelas ilmu sains suatu sekolah menengah di
Amerika, White dan Frederiksen (1998) melaporkan bahwa terjadi
peningkatan prestasi siswa dalam kelas, dimana dikembangkan kemampuan
berpikir melalui penilaian diri. Penilaian diri merupakan sarana bagi
guru untuk memberikan tanggung jawab kepada siswa untuk belajar dari apa
yang telah mereka kerjakan dan apa yang akan mereka kerjakan.
Rudd
dan Gunstone (1993) mengidentifikasi beberapa keuntungan yang diperoleh
dengan perlibatan siswa dalam proses penilaian diri yaitu:
· Mengembangkan kemampuan siswa untuk merencanakan dan berpikir menyeluruh menyangkut hasil dan ketrampilan mereka
· Menciptakan kesadaran siswa akan pentingnya menilai pekerjaan mereka sendiri
· Mengembangkan kemampuan siswa untuk saling mengevaluasi penilaian diri satu sama lain asalkan kritik membangun
· Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengatur sumber daya dan waktu secara lebih efektif.
3. Peranan sekolah
Sekolah
merupakan pusat kegiatan belajar-mengajar dalam proses pendidikan. Baik
buruknya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tingkat kualitas
sekolah. Sekolah merupakan induk kegiatan pembelajaran yang secara otomatis merupakan induk kegiatan penilaian.
Sekolah
sebagai suatu institusi yang menaungi semua aktivitas belajar-mengajar,
memiliki peranan yang sangat besar dalam upaya melakukan reformasi
penilaian, yang memihak pada bagaimana para siswa dapat memperoleh nilai
tambah dalam proses pendidikan.
Peran sekolah menciptakan suatu kondisi (kultur) yang kondusif sehingga kegiatan penilaian dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuannya.
Peranan
sekolah dalam upaya membentuk siswa menjadi manusia yang berkualitas
melalui penilaian digambarkan secara gambling oleh Stenberg, (1996),
yang mengatakan:
…sekolah mempengaruhi intelegensi dengan beberapa cara, yang paling terkenal yaitu dengan penyampaian informasi…
Sejalan
dengan pendapat Stenberg tersebut, Wedeen Winter, dan Broadfoot,
(2002), melaporkan bahwa sekolah merupakan tempat dimana para siswa
diarahkan agar dapat meningkatkan kualitas belajar mereka, dengan
mengatakan: “mempromosikan pembelajaran anak-anak merupakan tujuan utama
sekolah. Penilaian merupakan jantung dari proses tersebut. Proses
tersebut dapat menyediakan lingkup kerja dimana tujuan pendidikan dapat
dibentuk dan kemudian para murid dapat ditabelkan dan dinyatakan. Hasil
pemantauan tersebut dapat menghasilkan suatu dasar untuk merencanakan
langkah selanjutnya dalam merespon kebutuhan anak-anak. Hal tersebut
menjada satu-kesatuan dari proses pendidikan, secara terus menerus
menyediakan ‘feedback and feed foorward’. Oleh karena itu, hal tersebut
perlu disatukan secara sistematis dengan strategi dan praktik mengajar
pada semua tingkat”.
B. Siswa Menjadi Pembelajar Yang Lebih Baik
Dukungan
sekolah dan para guru untuk lebih memihak pada kebutuhan siswa dari
pada untuk memenuhi target kurikulum akan membawa dampak pada perbaikan
dan peningkatan kualitas pembelajaran. Guru tidak lagi terburu-buru
dengan target harus selesai tepat pada waktunya tanpa memperhatikan
apakan siswa telah paham atau belum.
Guru
lebih fokus bagaimana penilaian yang mereka terapkan dapat mengungkap
permasalahan-permasalahan nyata yang dihadapi siswa mereka, dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu para siswa menjadi
pembelajar yang lebih baik. Siswa akan merasa tertantang dan termotivasi
untuk terus memperbaiki diri, baik memperbaiki cara dan strategi
belajar maupun dalam kaitan dengan perilaku, harapan dan cita-cita
mereka.
C. Penilaian dan Motivasi Belajar Siswa
Motivasi
tingkat individu, terdapat komponen penting dari belajar dan penting
bagi para guru untuk memahami motivasi para murid yang terkait dengan
penilaian, harga diri dan umpan balik. Black, (1998), mengutip
penelitian Sylva (1994) bahwa anak-anak pada dasarnya tergolong ke dalam
dua kategori, yaitu:
1. Anak yang cakap
2. Anak yang kurang cakap
Karakteristik anak yang cakap, yaitu:
- Termotivasi oleh keinginan untuk belajar
- Menghadapi tugas yang sulit dengan cara yang fleksibel dan reflektif
- Percaya akan berhasil, percaya bahwa mereka dapat melakukannya jika mereka berusaha
- Percaya bahwa kecerdasan dapat ditingkatkan
- Jika melihat anak lain bekerja keras, mereka tertarik.
Karakteristik anak yang kurang cakap yaitu:
- Memiliki motivasi yang biasa-biasa saja
- Tampaknya menerima bahwa mereka akan gagal karena mereka tidak cukup cerdas
- Percaya bahwa jika sesuatu akan terlalu sulit, tak ada yang bias mereka lakukan
- Cenderung menghindari tantangan
- Tidak percaya mereka dapat meningkatkan kecerdasan mereka.
Sedangkan
pendapat yang menguatkan hasil pendapat Sylva tersebut, namun kontek
yang berbeda adalah muncul dari Collin Rogers (1994), menyebutkan bahwa
para pelajar dapat digolongkan dalam tiga jenis motivasi, yaitu:
1. Murid
yang berorientasi “penguasaan” secara intrinsik tertarik untuk “tahu”
akan termotivasi untuk belajar dan akan mengembangkan strategi-strategi
yang membantu mereka untuk melakukan hal tersebut
2. Murid yang berorientasi “kinerja”
Murid
yang berorientasi kinerja peduli dengan tugas dan lebih peduli dengan
tampak baik-baik saja, jadi meningkatkan harga diri mereka. Hal ini
dapat mengurangi motivasi mereka dalam keadaan tertentu dan karena
itulah mereka tidak ingin terlihat gagal.
3. Keputusan yang dipelajari
D. Reformasi dalam Penilaian
Untuk
dapat melakukan pembelajaran yang mengutamakan mendidik daripada
mengajar yang hanya sekedar mengejar target kurikulum maka sistem
penilaian yang sekarang dipraktikan perlu kiranya untuk diubah, yaitu
orientasi penilaian bukan hanua sekedar membeli label nilai 10, 9, 8,
atau lulus, tidak lulus, naik kelas, tinggal kelas dan sebagainya,
tetapi lebih pada pengumpulan informasi yang berkaitan dengan misalnya
kenapa siswa memperoleh nilai 5? Kenapa siswa malas belajar? Kenapa
siswa tidak lulus? Kemudian informasi tersebut harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk memodifikasi strategi dan teknik pengajaran sesuai
dangan kebutuhan nyata dari para siswa.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menuju kualitas
pembelajaran yang baik, diperlukan sistem penilaian yang baik pula. Agar
penilaian dapat berfungsi dengan baik, sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, maka sangat perlu untuk menetapkan standar penilaian yang
akan menjadi dasar dan acuan bagi guru dan praktisi pendidikan dalam
melakukan kegiatan penilaian.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu kerjasama yang baik dari beberapa pihak terkait, seperti guru, siswa dan sekolah. Ketiga
pihak tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda sesuai dengan
proporsi masing-masing. Jika masing-masing pihak melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sebagaimana mestinya maka akan tercipta suatu suasana
yang kondusif, dinamis, dan terarah untuk perbaikan kualitas
pembelajaran melalui perbaikan sistem penilaian.
Related Posts : ilmu pendidikan,
makalah